Thursday, December 7, 2017

0

Flipped - Movie and Book Review

“Some of us get dipped in flat, some in satin, some in gloss; but every once in a while, you find someone who's iridescent, and once you do, nothing will ever compare.”

It was really a good words. Metaphor-nya pas namun  tidak mudah untuk meng-intepretasikan beberapa kata yang agak terdengar asing hoho. Jadi saya akan sederhanakan mulai dari:

  • ·         -dipped in flat, -satin , -gloss. Ketiga metaphor tersebut adalah contoh dari paint sheen (kilau cat)

  • ·         -iridescent = showing luminous (giving out light; that can be seen in the dark) colors that seem to change when seen from different angles. à Menunjukkan warna yang mungkin agak berubah (namun tidak) ketika kita melihatnya dari berbagai sudut.

Jadi, beberapa dari kita memang selalu dikategorikan berbeda secara garis besar. Jika secara detail, itulah yang menjadikan kita adalah satu individu yang pasti- walaupun banyak sama-nya dengan orang-orang - tapi pasti ada satu saja yang membuat individu itu berbeda.

Tapi selalu ada satu yang banyak beda-nya daripada sama-nya (?). Someone who’s iridescent. Siapa individu itu? Dia adalah orang dengan true colors yang berbeda dari pada individu lain. Ia memiliki banyak sikap yang menurut sudut pandang dan hatinya untuk dirasakan—bukan untuk di tunjukkan sengaja sengaja, tapi memang itulah dirinya.

Menunjukkan warna yang mungkin agak berubah (namun tidak) ketika kita melihatnya dari berbagai sudut—juga menandakan bahwa dirinya memberikan option (pilihan) pada setiap orang yang melihatnya tanpa kehilangan apa sebenarnya warna inti dirinya. Wow…

Dan mungkin anda adalah orang itu…

Namun yang pasti, sang penulis, Wendelin Van Draanen, menciptakan dua karakter iridescent di dalam novelnya yang berjudul FLIPPED – Julianna dan Bryce.


Setelah bertahun-tahun menyukai film dan kemudian buku FLIPPED ini, akhirnya saya bisa menuliskan bagaimana sebuah karya dapat membuat saya menulis seperti ini. (?)

Di dalam buku, pendeskripsian love at first sight-nya Julianna (Kelas 2 SD) sangat manis. Lucunya, ketika membaca Point of View-nya Bryce pada bab selanjutnya, kalian akan tertawa  mengingat betapa Julianna sangat excited dengan keberadaan Bryce sementara Bryce yang sinis namun tidak tahu harus melakukan apa-apa dan hanya bisa bersembunyi di balik ibunya atau ayahnya.

Cover Novel FLIPPED

Karena bertetangga, otomatis Julianna dan Bryce tumbuh bersama hingga pada saat mereka beranjak remaja, perkembangan karakter keduanya semakin menarik dan sang penulis sangat mengulasnya dengan baik.

Julianna dengan ketetapan hatinya menyukai Bryce sejak pertama kali bertemu dipatahkan dengan berbagai insiden yang malah membuatnya hilang rasa terhadap remaja laki-laki itu. Sedangkan Bryce? Bryce berada di masa menganggap Julianna sebagai seseorang yang ada di pikirannya setiap hari.

Flipped, hati keduanya terjadi seperti itu.




Selain perkembangan karakter keduanya, ada juga hubungan antara keluarga mereka masing-masing dengan berbagai karakter berhubungan dengan another character

Mengenai ending, The book and the movie had a best ending line ever. Jangan membandingkannya, karena it doesn’t feeling right to comparing between book and movie. Just look both of it.


Bagi kalian yang mengetahui saya—atau tidak—jika setelah membaca tulisan ini kalian berniat untuk menonton atau membaca FLIPPED, saya ucapkan terima kasih, thanks, really. Love, Gio.

Sunday, December 3, 2017

3

Neliti.com - Repository Ilmiah Indonesia


Iseng surfing website LIPI (karena di terima PKL di sana hmm), finally menemukan database yang enak buat nyari-nyari jurnal pelengkap tugas kuliah. Namanya adalah NELITI - Repositori Ilmiah Indonesia... Menuju Neliti Klik DISINI

Halaman depan neliti.com


"Neliti adalah mesin pencari penelitian yang membantu lembaga penelitian dan universitas di Indonesia untuk menemukan kembali hasil penelitian, data primer dan fakta. Kami mengindeks jurnal ilmiah, buku-buku, laporan penelitian, makalah kebijakan, makalah konferensi, dan data primer dari universitas, badan penelitian, lembaga pemerintahan, dan penerbit."


"Kami menciptakan Neliti sebagai sebuah repositori tunggal yang berisi berbagai hasil penelitian yang sebelumnya tersebar di berbagai situs web sehingga sulit ditemukan. Melalui proses pengumpulan konten tersebut ke dalam satu database, kami berupaya mendukung peneliti dalam melahirkan riset yang meningkatkan kualitas kehidupan bangsa Indonesia."


Tinggal pencet download di sebelah judul jurnalnya, kalian bisa langsung mendapatkan jurnal yang kalian sukai sepeti gambar di bawah ini


Enak kan? Cobain aja. dijamin, tugas kalian tuh bakalan tambah kece dengan kutipan-kutipan atau parafrase yang kalian buat sendiri yang bersumber dari jurnal-jurnal di sini.

Selamat mencari...



Friday, December 1, 2017

4

Coco - Review


Remember me, though I have to say goodbye—Remember me, don't let it make you cry—For even if I'm far away, I hold you in my heart


Doktrin Disney and Pixar dimulai dari anak-anak adalah salah satu keistimewaan luar biasa, I’m seriously felt that. Loving something that makes you overwhelm is just exciting. Masa-masa Toy Story, Up, Tangled (even just Disney), Inside Out, dan sekarang Coco—betapa bahagianya anak-anak 90’an yang sudah beranjak tua ini disuguhkan moral-moral baru yang selalu bikin mesmerizing.


Dan saat ini adalah masa-masa exciting dengan COCO!


Coco dibuka dengan narasi dari Miguel—pemeran utama kita—tentang latar belakang keluarganya yang memusuhi musik dan menjadi konflik di kala Miguel malah sangat amat mencintai musik yang terinspirasi dari idolanya yaitu Ernesto de la Cruz. Pada saat perayaan Dia de los Muertos, Miguel nekat mencuri gitar milik Ernesto de la Cruz dan berakhir di alam baka di hari festival Day of the Dead. Untuk kembali, ia harus meminta restu dari keluarganya, pada saat inilah adventure pencarian kebenaran tentang keluarganya terungkap.



Mengambil latar Mexico pada hari festival Day of the Dead memang bukan pertama kali diangkat. Ada Book of Life (2014) yang mengambil latar hari tersebut juga. Tapi keduanya memiliki storyline yang sama sekali berbeda. Terlihat dari potongan statement Lee Unkrich pada saat menggarap Toy Story 9 tahun silam ketika ditanya apa project terbarunya: “One of them was the notion of telling a story set against the Mexican tradition of Dia de Muertos [Day of the Dead]. I’d always been interested in the celebration, mostly through the folk art and iconography of the tradition,”



Konten Coco memang sangat detail dengan visual yang luar biasa. Dialog mix antara Mexican-Latino-American adalah pencapaian luar biasa oleh para pengisi suara Coco. Visual kelopak bunga marigold sebagai jembatan para arwah dari alam baka ke alam manusia sangat cantik dan dante—sebagai binatang penuntun di alam baka absolutely an amazing idea. Pesan yang ingin disampaikan juga membuat hati kita berdesir ketika mengingat bahwa orang-orang yang sudah meninggal juga ingin diingat, ingin di pasang fotonya sebagai tanda walau mereka tidak ada di dunia tapi orang-orang masih mengingat kenangan mereka di dunia. Seperti ketakutan semua orang “Fears to be forgotten”.





Overall, saya masih merasa overwhelming dengan Coco dan sepertinya bapernya akan last for a week like always. Thank you for make such an amazing movie, Disney—Pixar.

Wednesday, November 29, 2017

1

Jenuhnya Mendengar “Mari Tingkatkan Minat Membaca”



Maraknya berbagai tindakan persuasif dalam menyerukan minat baca butuh ditingkatkan sudah sangat biasa kita dengar—bahkan dalam hal ini telah membawa dampak yang tidak lagi dihiraukan. Beberapa idiom yang ditunjukkan khusus untuk meningkatkan minat baca ini justru membuat para pendegarnya tidak merasakan simpati. Padahal semua jajaran lembaga pendidikan yang perduli terhadap minat baca ini telah berusaha secara maksimal untuk membuat ajakan tersebut se-kreatif mungkin. Namun, lagi-lagi semuanya kembali kepada bagaimana respon individu ataupun kelompok dalam menanggapi ajakan “Minat Membaca” itu.

Mungkin anda adalah salah satu individu yang mengetahui bagaimana bobroknya minat baca masyarakat Indonesia pada saat ini. Hasil survei UNESCO mengatakan bahwa setiap 1000 masyarakat Indonesia hanya ada 1 orang saja yang membaca buku. Tapi bukan hanya pada buku saja, melainkan pada media yang perlu dibaca dan lainnya. Sebuah media juga ikut memerlukan sentuhan yang kreatif agar dapat menarik minat para pembaca, jika tampilannya standar dan sudah biasa, pastinya terlewat begitu saja.

Jika memaknai aktivitas manusia yang memandang bahwa waktu adalah segalanya, mungkin membaca buku merupakan hal yang lumrah dilakukan. Sekarang—di zaman yang katanya selalu dianggap sebagai perlombaan lari marathon—buku merupakan pilihan yang  dianggap tidak efisien dibawa-bawa jika dibandingkan dengan smartphone. Sebuah smartphone mampu mencangkup kemudahan untuk manusia berkegiatan. Salah satunya adalah meringkas tebal buku beribu-ribu halaman hanya sekedar dalam data berukuran byte.

Dengan segala kemudahan tersebut, lalu bagaimana minat baca di Indonesia masih kecil? Kesimpulan yang dapat saya tarik adalah mengenai faktor waktu. Ya, waktu adalah faktor yang mempengaruhi itu semua. Tapi ini sama sekali bukan mengenai membaca buku akan menghabiskan waktu secara sia-sia. Justru kebalikannya. Waktu akan berjalan sia-sia jika tidak membaca buku.

Semua orang hampir tidak bisa meluangkan sedikit waktunya untuk membaca sebuah buku. Pembendaharaan kata di buku tidak sama dengan media cetak lainnya. Sebuah ilmu, catatan, kisah atau cerita yang dibukukan sudah pasti telah menjalani berbagai penilaian untuk dijadikan sebuah tulisan yang dapat didistribusikan kepada khalayak. Karena sebuah buku mencangkup apapun yang melewati verifikasi khusus. Jika tidak memiliki suatu keistimewaan, buku juga tidak dapat dibuat.

Keistimewaan buku dapat dilihat dari berbagai sisi. Sisi yang biasanya pertama dilihat orang adalah sampul depan (Judul & Pengarang), kedua adalah bagian beakang (Sinopsis), dan yang ketiga tentunya adalah isi. Setelah ketiga jenis sisi utama tersebut menarik minat pembaca, maka terjadilah transfer ilmu lewat pemikiran-pemikiran penulis kepada si pembaca.

Buku yang baik tentunya akan membawa pembaca larut ke dalam berbagai torehan tinta sang penulis. Setelah tahap pertama itu berhasil, lalu terjadilah sesuatu yang dinamakan dengan ikatan. Ikatan yang terjadi antara penulis dan pembaca memang wujudnya tidak terlihat. Namun, jika si pembaca sudah merasakan hal yang membuat dirinya terikat dengan buku tersebut, maka sang penulis berhasil dalam menyampaikan pesannya secara utuh lewat buku tersebut.

Jika anda memaknai penjabaran saya di atas secara menyeluruh, maka anda berhak mengisi waktu luang anda dengan membaca buku. Dimulai dengan menyisihkan waktu berharga anda untuk menuntaskan beberapa lembar halaman sebuah buku lalu menuntaskan beberapa lembar halaman kembali waktu berikutnya kemudian beberapa lembar lagi hingga akhirnya anda sadar bahwa membaca sebuah buku dapat memberikan anda sebuah keistimewaan dibanding hanya melihat dan mendengarkan.

Buku dapat membuat anda menjadi seseorang yang memaksimalkan kerja indra anda, tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan atau pendengaran saja.Seperti contoh, mata yang digunakan untuk membaca rangkaian kata demi kata. Telinga, yang mengganti menjaga diri anda agar selalu siaga dikala mata sedang digunakan untuk membaca. Hidung, yang dapat mencium aroma menenangkan khas buku yang bergesekan antara satu kertas dengan yang lainnya. Mulut, untuk menggumamkan kata-kata yang berhasil mengugah perasaan. Dan pikiran, yang dapat membawa kita ke dalam isi buku tersebut memunculkan imajinasi yang sebelumnya tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Setelah merasakan hal tersebut, waktu yang sebelumnya saya tuturkan sebagai salah satu faktor mengapa minat baca di Indonesia masih kecil kini telah terkikis sudah. Faktor tersebut dapat kita dorong dengan keinginan yang kuat untuk mengisi pemikiran kita terhadap sesuatu yang berguna. Selain itu, daya analisis dan penarikan kesimpulan juga akan didapatkan jika anda menghapus jauh-jauh faktor waktu untuk alasan untuk tidak membaca satu atau dua lembar halaman sebuah buku.

Kemudian pada saat faktor waktu tersebut hilang dalam diri anda, bersiaplah untuk menjadikan buku sebagai kebiasaan baik anda dalam berkegiatan sehari-hari. Setelah menjadi kebiasaan bagi diri anda sendiri, buatlah pengaruh tersebut kepada teman-teman terdekat anda. Berikan penalaran anda sendiri untuk membuat orang terdekat anda mengetahui apa yang sebenarnya anda rasakan terhadap buku.


Jika berhasil, langkah selanjutnya adalah menjadikan sebuah buku seperti definisi umum budaya yang terbentuk akibat adanya kebiasaan yang berulang ulang, lalu diakui keadaannya oleh sekelompok orang. Anda dapat membawa buku menjadi salah satu peran yang membudayakan Indonesia dengan segala isi dan pengetahuan yang tertuang di dalamnya. Biarkan segalanya terjadi secara berulang-ulang seperti rantai makanan karena dengan hal itulah yang dapat menghilangkan panggilan bobroknya minat baca Negara kita yang tercinta ini. Dengan begitu, minat membaca tidak perlu di gembar-gemborkan hingga jenuh seperti terdahulu, melainkan dengan cara kita sendiri yang membiarkan kita menjadikan sebuah buku sebagai salah satu budaya Indonesia. (GE - 27/11/2015)

Tuesday, November 28, 2017

2

Because This is My First Life - Review


"This drama absolutely has a feel."

Karena pemeran utamanya adalah seorang penulis--walaupun di episode pertengahan tidak terlalu di eksplor, namun melihat dari perspektif dan penilaian pemeran utama kepada jalan hidupnya menunjukkan bahwa pemikiran sebagai penulis itu masih ada. 


Dengan menampilkan masalah yang dihadapi oleh dewasa-dewasa Korea sana (rentang usia 25-35 tahun) yaitu hak milik sesuatu yang lebih besar, komitmen, atau relationship history yang masa-masanya muncul kembali untuk meminta diperhitungkan. Because This is My First Life menyisir masalah-masalah tersebut dengan sudut pandang orang-orang Korea yang idealis tapi nyeleneh.

Seriously, if you looking a good content in latest korean drama, choose this. Se Hee and Ji Ho, sometimes their way of thinking are simple but loose.


Luv
Friendship that just the way we have



Saturday, September 23, 2017

8

Buku, Film, Musik = PUSTAKAWAN




Semua orang pastinya menyukai salah satu hiburan universal di atas, atau bahkan menyukai semuanya!

Apa yang menemani kita ketika sedang bosan dan tidak tahu ingin melakukan apa? Apa yang menjadi kegiatan kita dikala malam-malam minggu sepi karena tidak ada yang mengajak pergi? Apa yang membuat kita rela menunduk berjam-jam menghabiskan waktu karena penasaran dengan apa yang terjadi pada untaian cerita selanjutnya?

Jawabannya sudah pasti adalah Musik, Film, dan Buku!

Pasti ada suatu hari di mana kalian berdiam diri di kamar, dengan laptop yang telah stand by berjam-jam, earphone di telinga dan buku-buku yang berserakan di samping badan. Sepertinya hal tersebut adalah cara santai paling menggairahkan di saat menghabiskan weekdays di kampus dengan berbagai makalah, portofolio, presentasi, dan deadine yang tiba-tiba tinggal besok.

Lalu apa hubungannya musik, film, dan buku dengan PUSTAKAWAN?

Well, check this out!

BUKU… buku merupakan tokoh utama dalam kehidupan seorang pustakawan. Mungkin salah satu dari kalian memilih jurusan kita ini karena cinta sama buku. Well… kehidupan seseorang dan hubungannya dengan buku juga amat erat, jadi berikan 5 bintang untuk saudara kita… BUKU!


MUSIK… Musik. Dalam kehidupan pastinya dibutuhkan melodi-melodi yang menjadi theme song dalam kegiatan sehari-hari kita. Mau itu melodi happy, relaxing, sad, etc. Lalu bagaimana hubungannya dengan pustakawan? Bagi kalian yang sangat mencintai musik tapi tidak bisa bermain alat musik atau bisa tapi belum bisa kuliah seni. Pustakawan merupakan profesi yang tepat untuk ke arah itu. YESSS!!! Jika kalian graduate dari ilpus, carilah sebuah pekerjaan di naungan stasiun televisi dan label records. Tidak salah lagi, hidup kalian akan ditemani oleh berbagai theme song dan pastinya bisa bekerja dengan maksimal karena ditemani oleh sesuatu yang kalian sukai.

FILM… Film. Kata apa yang dapat mendeskripsikan film? Hiburan? Tontonan? Pengisi waktu luang? Atau bahkan teman? Bagi kalian yang movie freak dan terjun di naungan Ilmu Perpustakaan, that’s the right thing to do! Mengapa? Karena dunia produksi film tidak jauh berbeda dengan pengolahan perpustakaan. Di salah satu Universitas negeri di Bandung, Jurusan Ilmu perpustakaan memiliki mata kuliah wajib yaitu fotografi. Tidak hanya itu juga, pikirkan apa yang kalian pelajari selama kuliah di JIP? Sebagian besar adalah bagaimana cara untuk mengolah dan mendistribusikan informasi, bukan? Jika dihubungkan, film juga memiliki tujuan untuk mengolah dan mendistribusika cerita dalam bentuk visual. Jadi, perbedaan distribusi pustakawan dengan para pembuat film berada pada subjeknya, yaitu : Information dan Story.
So! Ayo semangat kuliah di Jurusan tercinta kita ini. Jangan pernah membuat ilmu itu sia-sia, karena… dimanapun kalian kuliah, karir merupakan salah satu yang dapat kita pilih dan nikmati. Buatlah profesi menjadi sebuah hobi! (GE/9-11-2015)

Sunday, January 1, 2017

0

[Review Perpustakaan] Perpustakaan Kementerian Pertahanan- Perpustakaan Wawasan Nusantara

HASIL PENGAMATAN LAYANAN PERPUSTAKAAN KEMENTERIAN PERTAHANAN


Kementerian Pertahanan Bagian Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) memiliki tugas untuk memproduksi/menerbitkan/mempublikasikan sebuah karya yang ditulis langsung di bawah Instasi Kementerian Pertahanan. Karya-karya tersebut kemudian diletakkan/disimpan/dipresentasikan pada Pusat Komunikasi Publik Bagian Tata Usaha Sub Bagian Dokumen dan Pustaka termasuk di dalamnya adalah Perpustakaan Kementerian Pertahanan atau dengan nama lain disebut sebagai Perpustakaan Wawasan Nusantara.
Seperti yang disebutkan di atas, Perpustakaan tersebut memuat berbagai koleksi khusus maupun umum yang memiliki ke-khas-an selayaknya Perpustakaan Kementerian yang ada di bidangnya masing-masing. Dalam tugas ini, saya memilih untuk mengamati Layanan Koleksi Khusus (Produk) yang ada di Perpustakaan Khusus Kementerian Pertahanan dan kaitannya dengan Layanan Referensi/Rujukan terhadap pemustaka.

 A. Proses Kegiatan Layanan Koleksi Khusus (Produk) Perpustakaan dikaitkan dengan fungsi Layanan Referensi dan Layanan Fotokopi dalam Stuktur Organisasi Kelembagaan

Pada proses pengamatan, saya selaku pemustaka umum (Non-Pegawai Kemenhan) pastinya ditanyakan terlebih dahulu maksud kedatangan ke Perpustakaan tersebut. Setelah menjelaskan maksud kedatangan, pustakawan memberikan penjelasan tentang pemustaka umum yang hanya bisa melihat/membaca koleksi tanpa boleh meminjam koleksi tersebut. Walaupun tanpa senyuman ramah, namun pustakawan mendengarkan maksud penjelasan pemustaka dengan baik dan memberikan arahan yang jelas dan tegas.
Setelah melihat-lihat koleksi, saya menemukan komputer yang menyajikan website sekaligus katalog yang berisikan koleksi-koleksi apa saja yang ada di perputakaan tersebut. Saya tertarik melihat adanya katalog yang mencantumkan Galery Produk Kemenhan RI. Lalu saya kembali lagi ke meja sirkulasi untuk menanyakan koleksi produk tersebut. Saat ditanya mengenai koleksi produk atau karya-karya yang hanya di terbitkan di Kementerian Pertahanan, sikap pustakawan pada awalnya kebingungan apa yang dimaksud dengan Koleksi Produk—namun pustakawan yang ada di sebelahnya membantu pustakawan yang saya tanyakan untuk mengerti.
Setelah mengerti, pustakawan tersebut kembali menanyakan koleksi tersebut ingin digunakan untuk apa, jika bukan untuk kepentingan tugas dan hanya sekedar lihat-lihat saja, koleksi tidak dapat digunakan. Hal tersebut membuat kecewa karena seharusnya apapun yang telah diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan dapat dilihat dan dinikmati oleh semua tipe pemustaka.
Suasana di Perpustakaaan Kemenhan tampak sepi. Hanya ada dua pemustaka khusus (pegawai) yang sedang membaca koran, itu pun dengan keadaan berdiri. Hal tersebut harusnya ditegur oleh pustakawan, namun tampaknya komunikasi kedua pemustaka tersebut dengan pustakawan terasa sangat santai. Selain itu, sedikitnya pustakawan, membuat pemustaka merasa nyaman dengan keheningan yang ada di dalam ruangan. Pustakawan yang diam di meja sirkulasi tanpa suara juga sangat membantu konsenterasi pemustaka yang sedang melakukan kegiatan di Perpustakaan tersebut.

C. Layanan Koleksi Khusus (Produk) Perpustakaan dan Hubungannya dengan fungsi Layanan Referensi dan Layanan Fotokopi

Seperti yang telah di uraikan di atas, layanan koleksi khusus (produk) mula-mula ditanyakan saya sebagai pemustaka untuk melihat koleki tersebut, kebingungan pustakawan terhadap pertanyaan pemustaka patut di nilai negatif. Pustakawan seharusnya dapat memahami segala jenis koleksi yang ada di perpustakaaan, terlebih perpustakaan khusus yang memuat koleksi tertentu saja.
Kemudian kerjasama antar pustakawan cukup baik karena pustakawan yang ada di samping pustakawan yang ditanya dapat membantu memberi informasi kepada pemustaka. Ketidaksediaan pustakawan untuk memperlihatkan koleksi khuus jika bukan untuk urusan akademik juga merupakan kekurangan yang ada di Perpustakaan ini. Seharusnya, koleksi diperlihatkan secara umum ke pemustaka walaupun pemustaka bukan merupakan pemustaka khusus (pegawai Kemenhan). Pemberian alasan yang tidak jelas mengapa koleksi tersebut tidak boleh di perlihatkan juga belum jelas atau tanpa alasan.
Saat melihat-lihat koleksi, pemustaka melihat adanya ketersediaan mesin fotokopi di pojok ruangan. Untuk mengamati apakan mesin fotokopi tersebut digunakan secara maksimal atau tidak, saya selaku pemustaka mengambil salah satu contoh koleksi umum dan menanyakan apakah buku tersebut dapat difotokopi atau tidak. Saya kembali ke meja sirkulasi (karena meja sirkulasi tersebut satu-satunya tempat dimana kedua pustakawan tersebut berada) untuk izin memfotokopi buku tersebut. Pustakawan lalu bertanya berapa lembar fotokopi yang saya butuhkan, dan pemustaka menjawab dari halaman sekian hingga sekian. Kemudian pustakawan tersebut menyuruh pustakawan yang ada disebelahnya untuk membantu saya mem-fotokopi. Hal tersebut memperlihatkan bahwa layanan fotokopi berlangsung secara baik, namun tentu saja dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.
A.    Sifat Layanan terkait dengan Komunikasi antara Pemustaka dan Pustakawan
Hal menarik yang dialami oleh pemustaka adalah terjalinya komunikasi pemustaka dengan kepala perpustakaan atau dalam hal ini Kepala bagian Sub Bagian Dokumen dan Pustaka. Pada awalnya, Kepala Perpustakaan ini yang namanya dapat dilihat pada bagian Struktur Organisasi tidak berada di Perpustakaan tersebut. Namun setelah beberapa lama pemustaka ada di perpustakaaan, Kepala Perpustakaan tersebut kemudian menanyakan siapa pemustaka ini. Pustakawan yang ada di meja sirkulasi kemudian menjelaskan bahwa pemustaka adalah Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah yang sedang mengunjungi perpustakaan mereka.
            Sontak, kepala perpustakaan tersebut menghampiri pemustaka dan duduk di sebelah pemustaka tersebut dan menanyakan beberapa hal dasar seperti nama, asal, dan maksud dan tujuan datang kesini. Pemustaka menjawab pertanyaan tersebut dengan senang hati karena sikap kepala perpustakaan yang sangat ramah. Untuk menghilangkan rasa penasaran terhadap koleksi khusus (produk) yang tadi sempat tidak boleh dilihat oleh pustakawan, maka pemustaka menanyakan hal tersebut kepada kepala perpustakaan.

Kepala perpustakaan tersebut kemudian menjelaskan bahwa koleksi khusus (produk) yang dibuat di Kementerian Pertahanan memiliki data-data khusus yang isinya memerlukan persetujuan jika akan dicantumkan ke literatur ataupun karya ilmiah lainnya. Jika dilihat oleh pemustaka, pemustaka hanya boleh menyerap informasi tersebut tanpa menyebarluaskan secara verbal ke individu lainnya. Pemustaka kemudian bertanya jika informasi yang diterbitkan amat dijaga, mengapa informasi tersebut dipublikasikan. Jawaban kepala perpustakaan tersebut adalah karena informasi yang ada di koleksi khusus (produk) tersebut diterbitkan secara benar dan isi informasi dapa dilihat langsung di Kemenhan melalui orang-orang yang memiliki kepentingan di dalamnya. Karena kompleksnya peraturan untuk melihat koleksi khusus (produk) itu, pemustaka memilih untuk menyerah untuk tidak melihat koleksi tersebut.