Maraknya berbagai tindakan persuasif dalam menyerukan minat baca butuh ditingkatkan sudah sangat biasa kita dengar—bahkan dalam hal ini telah membawa dampak yang tidak lagi dihiraukan. Beberapa idiom yang ditunjukkan khusus untuk meningkatkan minat baca ini justru membuat para pendegarnya tidak merasakan simpati. Padahal semua jajaran lembaga pendidikan yang perduli terhadap minat baca ini telah berusaha secara maksimal untuk membuat ajakan tersebut se-kreatif mungkin. Namun, lagi-lagi semuanya kembali kepada bagaimana respon individu ataupun kelompok dalam menanggapi ajakan “Minat Membaca” itu.
Mungkin anda adalah salah satu individu yang mengetahui
bagaimana bobroknya minat baca masyarakat Indonesia pada saat ini. Hasil survei
UNESCO mengatakan bahwa setiap 1000
masyarakat Indonesia hanya ada 1 orang saja yang membaca buku. Tapi bukan hanya
pada buku saja, melainkan pada media yang perlu dibaca dan lainnya. Sebuah media
juga ikut memerlukan sentuhan yang kreatif agar dapat menarik minat para
pembaca, jika tampilannya standar dan sudah biasa, pastinya terlewat begitu
saja.
Jika memaknai aktivitas manusia yang memandang bahwa
waktu adalah segalanya, mungkin membaca buku merupakan hal yang lumrah
dilakukan. Sekarang—di zaman yang katanya selalu dianggap sebagai perlombaan
lari marathon—buku merupakan pilihan
yang dianggap tidak efisien dibawa-bawa
jika dibandingkan dengan smartphone.
Sebuah smartphone mampu mencangkup
kemudahan untuk manusia berkegiatan. Salah satunya adalah meringkas tebal buku
beribu-ribu halaman hanya sekedar dalam data berukuran byte.
Dengan segala kemudahan tersebut, lalu bagaimana minat
baca di Indonesia masih kecil? Kesimpulan yang dapat saya tarik adalah mengenai
faktor waktu. Ya, waktu adalah faktor yang mempengaruhi itu semua. Tapi ini
sama sekali bukan mengenai membaca buku akan menghabiskan waktu secara sia-sia.
Justru kebalikannya. Waktu akan berjalan sia-sia jika tidak membaca buku.
Semua orang hampir tidak bisa meluangkan sedikit waktunya
untuk membaca sebuah buku. Pembendaharaan kata di buku tidak sama dengan media
cetak lainnya. Sebuah ilmu, catatan, kisah atau cerita yang dibukukan sudah
pasti telah menjalani berbagai penilaian untuk dijadikan sebuah tulisan yang
dapat didistribusikan kepada khalayak. Karena sebuah buku mencangkup apapun yang
melewati verifikasi khusus. Jika tidak memiliki suatu keistimewaan, buku juga
tidak dapat dibuat.
Keistimewaan buku dapat dilihat dari berbagai sisi. Sisi
yang biasanya pertama dilihat orang adalah sampul depan (Judul &
Pengarang), kedua adalah bagian beakang (Sinopsis), dan yang ketiga tentunya
adalah isi. Setelah ketiga jenis sisi utama tersebut menarik minat pembaca,
maka terjadilah transfer ilmu lewat pemikiran-pemikiran penulis kepada si
pembaca.
Buku yang baik tentunya akan membawa pembaca larut ke
dalam berbagai torehan tinta sang penulis. Setelah tahap pertama itu berhasil,
lalu terjadilah sesuatu yang dinamakan dengan ikatan. Ikatan yang terjadi
antara penulis dan pembaca memang wujudnya tidak terlihat. Namun, jika si
pembaca sudah merasakan hal yang membuat dirinya terikat dengan buku tersebut,
maka sang penulis berhasil dalam menyampaikan pesannya secara utuh lewat buku
tersebut.
Jika anda memaknai penjabaran saya di atas secara
menyeluruh, maka anda berhak mengisi waktu luang anda dengan membaca buku.
Dimulai dengan menyisihkan waktu berharga anda untuk menuntaskan beberapa
lembar halaman sebuah buku lalu menuntaskan beberapa lembar halaman kembali
waktu berikutnya kemudian beberapa lembar lagi hingga akhirnya anda sadar bahwa
membaca sebuah buku dapat memberikan anda sebuah keistimewaan dibanding hanya
melihat dan mendengarkan.
Buku dapat membuat anda menjadi seseorang yang memaksimalkan
kerja indra anda, tidak hanya sekedar menggunakan penglihatan atau pendengaran
saja.Seperti contoh, mata yang digunakan untuk membaca rangkaian kata demi
kata. Telinga, yang mengganti menjaga diri anda agar selalu siaga dikala mata
sedang digunakan untuk membaca. Hidung, yang dapat mencium aroma menenangkan
khas buku yang bergesekan antara satu kertas dengan yang lainnya. Mulut, untuk
menggumamkan kata-kata yang berhasil mengugah perasaan. Dan pikiran, yang dapat
membawa kita ke dalam isi buku tersebut memunculkan imajinasi yang sebelumnya
tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.
Setelah merasakan hal tersebut, waktu yang sebelumnya
saya tuturkan sebagai salah satu faktor mengapa minat baca di Indonesia masih
kecil kini telah terkikis sudah. Faktor tersebut dapat kita dorong dengan
keinginan yang kuat untuk mengisi pemikiran kita terhadap sesuatu yang berguna.
Selain itu, daya analisis dan penarikan kesimpulan juga akan didapatkan jika
anda menghapus jauh-jauh faktor waktu untuk alasan untuk tidak membaca satu
atau dua lembar halaman sebuah buku.
Kemudian pada saat faktor waktu tersebut hilang dalam
diri anda, bersiaplah untuk menjadikan buku sebagai kebiasaan baik anda dalam
berkegiatan sehari-hari. Setelah menjadi kebiasaan bagi diri anda sendiri,
buatlah pengaruh tersebut kepada teman-teman terdekat anda. Berikan penalaran
anda sendiri untuk membuat orang terdekat anda mengetahui apa yang sebenarnya
anda rasakan terhadap buku.
Jika berhasil, langkah selanjutnya adalah menjadikan
sebuah buku seperti definisi umum budaya yang terbentuk akibat adanya kebiasaan
yang berulang ulang, lalu diakui keadaannya oleh sekelompok orang. Anda dapat
membawa buku menjadi salah satu peran yang membudayakan Indonesia dengan segala
isi dan pengetahuan yang tertuang di dalamnya. Biarkan segalanya terjadi secara
berulang-ulang seperti rantai makanan karena dengan hal itulah yang dapat
menghilangkan panggilan bobroknya minat baca Negara kita yang tercinta ini.
Dengan begitu, minat membaca tidak perlu di gembar-gemborkan hingga jenuh
seperti terdahulu, melainkan dengan cara kita sendiri yang membiarkan kita menjadikan
sebuah buku sebagai salah satu budaya Indonesia. (GE - 27/11/2015)
good
ReplyDelete