Wednesday, October 21, 2020

0

Seharusnya

 


Seharusnya adalah salah satu kata berdasar pada standar, tampak memaksa namun tidak terwujud.

Hidup manusia yang dijadikan percontohan bagi manusia lainnya kini bukan lagi diperlakukan sebagai model, melainkan sebuah keharusan.

Selalu ada manusia yang terlihat lebih jelas dari yang lainnya, yang selalu didengar pun juga banyak tapi tak semua. Mengapa? Karena dunia punya ketentuan seperti itu.

Orang-orang yang suatu keharusannya terlewat-- begitupun dengan orang-orang yang sudah sampai pada tujuannya, dibekali poin yang hanya diketahui oleh yang tidak akan mengikuti lomba. 

Dalam perlombaan ini, peraturan bagi yang terlewat adalah dilarang kembali atau putar balik. Sementara bagi yang telah sampai, peraturannya adalah dilarang berhenti. Keduanya kemudian tidak punya pilihan lain selain terus jalan dengan poin masing-masing yang masih tersisa.

Poin inilah yang selalu salah dimaknai si terlewat dan si sampai. Karena tidak tahu jumlah poin yang dimiliki, si terlewat dan si sampai membuat asumsi bahwa poin tersebut memiliki jumlah yang sama dengan menciptakan standar.

Standar ini memiliki alat bernama pembanding.

Pembanding lalu digunakan secara berlebihan, terkadang malah secara terang-terangan dan disadari betul oleh individu yang memercayai makna semu.

Klasifikasi terhadap si terlewat dan si sampai adalah fakta yang ditentukan oleh waktu, bukan alat. Bahkan sebenarnya mereka berbeda sekali.

Poin yang dimiliki masing-masing individu memang tidak terbantahkan karena sudah ditentukan sejak dulu, tidak mengetahuinya adalah cara untuk patuh pada peraturan untuk terus jalan sampai perlombaan selesai.

Kemudian, si terlewat dan si sampai akan menyadari makna semu sebuah perlombaan adalah tentang menang dan kalah ketika sesungguhnya perlombaan adalah tentang siapa yang menyelesaikannya.

 

 

0 comments:

Post a Comment