Wednesday, July 22, 2020

2

Aku dan Bahasa Indonesia-ku




Sering sekali rasanya ku menghindar untuk menulis menggunakan Bahasa ibuku yaitu Bahasa Indonesia. Akhirnya, aku menulis menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa yang tidak terlalu ku kuasai namun ku nyaman menggunakannya. Walaupun harus memakai kata yang itu-itu saja dan tata bahasa yang berantakan, naluri menulisku selalu berbahasa Inggris.

Alasannya hanya satu: aku takut tulisanku akan seperti kalimatku di atas. Terlalu baku dan kaku.

Sungguh, dulu mapel favorit gue adalah Bahasa Indonesia, selain suka sama gurunya, serius bener-bener suka bodoamat lah ketauan, tapi ya emang suka aja malah sampe mau masuk Sastra Indonesia. Eh malah mentok-mentok ilpus yang sepertinya berkorelasi namun tak tahu pasti.

Terus-terus karena sekarang pengangguran, concern terhadap kacaunya Bahasa Indonesia-ku kini semakin menjadi-jadi.

Beberapa draft yang emang gue sengaja bikin buat buku adalah Bahasa Indonesia, terlalu banyak potongan-potongan kalimat yang gue kumpulin dari zaman baheula untuk dijadikan satu buku. Setelah di baca berulang kali, kadang aku tergugah dengan kemampuanku menulis namun sering sekali aku kalah dengan kalimat-kalimat cheesy di atas dan bawahnya.

Kalo menurut observasi gue ke diri gue sendiri, emang sih kenyataan bahwa adanya campuran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris di tulisan gue emang selalu ada dan tidak terhindarkan. Seperti yang kita ketahui mencampurkan sesuatu bisa berhasil menjadi enak mampus atau gagal sama sekali rasain lu.

Masalahnya adalah semenjak gue go lagi nulis, bahasa yang gue pake adalah Inggris, bukan karena ingin beneran belajar apalagi pamer, tapi semata-mata karena gue nyaman menulis dengan Bahasa tersebut. Masalah yang kedua adalah kemampuan Bahasa Inggris gue yang menurut gue aneh dan tidak bersahaja. Hanya sekedar mengerti dan tidak memikirkan tata bahasanya, terus cuma mengandalkan yang penting apa yang ada di pikiran gue nyampe ke tulisan. Kenyamanan mengutarakan pikiran ke tulisan dan kemampuan gue berbahasa Inggris sering sekali ga sinkron dan itu membuahkan pada munculnya kata-kata yang sama dan malah boring banget untuk di baca dan belibet, nah iya, belibet kaya ‘maksud lu apa sih pan?’ setelah membaca kata-kata yang gue produksi sendiri.

Sementara kalo gue menuntaskan masalah ini dengan Bahasa Indonesia maka yang terjadi yaudah, seperti kata-kata baku yang ada di atas.

Kalau misalnya ada yang nulis studi tentang bagaimana Bahasa mempengaruhi kita dalam menyampaikan pikiran ke dalam tulisan, gue pengen banget baca. Pernah suatu hari gue coba caari di google tentang perbandingan penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam menulis novel dan korelasinya pada penyampaian ke pembaca, yah tapi ga ketemu. Sayang sekali padahal ini masalah loh.

Atau gue emang belum pernah baca atau ketemu novel BERBAHASA INDONESIA yang beneran ga bikin mengernyit ketika dua sejoli menjalin cinta atau sok-sok pintar mengutarakan yang dia pikirkan. Gue kebanyakan ketemu karakter yang kalo ngomongin preferences mereka terhadap sesuatu itu jadi kaya gils ini karakter terlalu nyebelin karena too good to be true yah atau terlalu indie dan edgy gitu interest mereka, meski ku tahu memang mereka bertujuan untuk dibuat seperti ashekkk gitu. Ada lagi ketika mereka lagi galau atau tertimpa masalah, diksi-diksi akan bekerja sebagaimana mereka diperuntukkan untuk memoles kalimat aja, ga tepat dengan sebenarnya apa yang terjadi atau apa yang mau di ceritakan.

Gue selalu berharap untuk ditemuin dan tiba-tiba aja ada novel BERBAHASA INDONESIA yang masuk ke kategori yang kuinginkan atau mungkin  jalan ribetnya ya gue buat sendiri. Kayaknya ga mustahil-mustahil amat tapi realistis aja pasti yakin bakalan lama, soalnya ku tipe orang yang tidak mudah dipuaskan dengan apapun.

Inti dari pengamatan dan concern ini adalah nulis pake Bahasa apa, Indonesia atau Inggris atau campur. Selama gue tetap nulis, diantara kedua bahasa tersebut, yang penting adalah gue punya sesuatu kan? Kalo udah ada produknya, udah ada pondasi, ide dan segala macamnya, mari kita pikirkan mau dibawa kemana itu produk. Kalo produk yang gue suka berbahasa Indonesia yaudah, ga kenapa-kenapa, emang kenapa? Kalo produk gue berbahasa Inggris, kalo diterjemahin ke Bahasa Indonesia tidak mematahkan maksudnya, yowes artiin dah tuh Bahasa Inggris kacau gue ke Bahasa Indonesia. Ya tapi kalo emang bener-bener harus pake Bahasa Inggris karena mungkin istilah dan idiomnya lebih nyampe yaudah pake Bahasa Inggris aja gapapa wong pada pinter ye, ngerti kok dikit-dikit Bahasa Inggris yang gue tulis, toh gue-nya juga levelnya ga tinggi-tinggi amat, kalau aku mengerti, insyaallah mama dedeh pun mengerti. Sekian.



2 comments:

  1. Apakah kamu adalah diriku? suka geli sama bahasa sendiri kalo lagi berusaha "nulis" indo. Apalagi kalo nulis bingung mau pake "gue" atau "aku". Kalau pake "aku" pada geli, "gue"? ntar dikira sok gaul dan org2 kaget aku bisa ngomong gue juga wkwk.

    I've asked someone bout this concern (pengaruh bahasa terhadap penyampaian pikiran ke tulisan). But unfortunately they don't really understand why i make a fuss with that.

    btw that "mamah dedeh" got me xD

    ReplyDelete
    Replies
    1. Oh pembaca setia-ku nomor 1... kenapa kamu rajin sekali memberikan feedback kan aku jadi senang.

      Truly, please someone help us to resolve this 고민. Kan2 skrng pake 3 bahasa.

      Btw, i've heard u said "gue" before and i'm definetely okay with it

      Delete