Sering sekali rasanya ku menghindar
untuk menulis menggunakan Bahasa ibuku yaitu Bahasa Indonesia. Akhirnya, aku
menulis menggunakan Bahasa Inggris. Bahasa yang tidak terlalu ku kuasai namun
ku nyaman menggunakannya. Walaupun harus memakai kata yang itu-itu saja dan
tata bahasa yang berantakan, naluri menulisku selalu berbahasa Inggris.
Alasannya hanya satu: aku takut
tulisanku akan seperti kalimatku di atas. Terlalu baku dan kaku.
Sungguh, dulu mapel favorit gue
adalah Bahasa Indonesia, selain suka sama gurunya, serius bener-bener suka
bodoamat lah ketauan, tapi ya emang suka aja malah sampe mau masuk Sastra
Indonesia. Eh malah mentok-mentok ilpus yang sepertinya berkorelasi namun tak
tahu pasti.
Terus-terus karena sekarang
pengangguran, concern terhadap kacaunya Bahasa Indonesia-ku kini semakin
menjadi-jadi.
Beberapa draft yang emang gue
sengaja bikin buat buku adalah Bahasa Indonesia, terlalu banyak potongan-potongan
kalimat yang gue kumpulin dari zaman baheula untuk dijadikan satu buku. Setelah
di baca berulang kali, kadang aku tergugah dengan kemampuanku menulis namun
sering sekali aku kalah dengan kalimat-kalimat cheesy di atas dan
bawahnya.
Kalo menurut observasi gue ke diri
gue sendiri, emang sih kenyataan bahwa adanya campuran Bahasa Indonesia dan
Bahasa Inggris di tulisan gue emang selalu ada dan tidak terhindarkan. Seperti yang
kita ketahui mencampurkan sesuatu bisa berhasil menjadi enak mampus atau gagal sama
sekali rasain lu.
Masalahnya adalah semenjak gue go
lagi nulis, bahasa yang gue pake adalah Inggris, bukan karena ingin beneran
belajar apalagi pamer, tapi semata-mata karena gue nyaman menulis dengan Bahasa
tersebut. Masalah yang kedua adalah kemampuan Bahasa Inggris gue yang menurut
gue aneh dan tidak bersahaja. Hanya sekedar mengerti dan tidak memikirkan tata
bahasanya, terus cuma mengandalkan yang penting apa yang ada di pikiran gue
nyampe ke tulisan. Kenyamanan mengutarakan pikiran ke tulisan dan kemampuan gue
berbahasa Inggris sering sekali ga sinkron dan itu membuahkan pada munculnya
kata-kata yang sama dan malah boring banget untuk di baca dan belibet,
nah iya, belibet kaya ‘maksud lu apa sih pan?’ setelah membaca kata-kata yang
gue produksi sendiri.
Sementara kalo gue menuntaskan
masalah ini dengan Bahasa Indonesia maka yang terjadi yaudah, seperti kata-kata
baku yang ada di atas.
Kalau misalnya ada yang nulis studi
tentang bagaimana Bahasa mempengaruhi kita dalam menyampaikan pikiran ke dalam
tulisan, gue pengen banget baca. Pernah suatu hari gue coba caari di google tentang
perbandingan penggunaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dalam menulis novel
dan korelasinya pada penyampaian ke pembaca, yah tapi ga ketemu. Sayang sekali
padahal ini masalah loh.
Atau gue emang belum pernah baca atau
ketemu novel BERBAHASA INDONESIA yang beneran ga bikin mengernyit ketika dua
sejoli menjalin cinta atau sok-sok pintar mengutarakan yang dia pikirkan. Gue kebanyakan
ketemu karakter yang kalo ngomongin preferences mereka terhadap sesuatu
itu jadi kaya gils ini karakter terlalu nyebelin karena too good to be true
yah atau terlalu indie dan edgy gitu interest mereka, meski
ku tahu memang mereka bertujuan untuk dibuat seperti ashekkk gitu. Ada lagi ketika
mereka lagi galau atau tertimpa masalah, diksi-diksi akan bekerja sebagaimana
mereka diperuntukkan untuk memoles kalimat aja, ga tepat dengan sebenarnya apa
yang terjadi atau apa yang mau di ceritakan.
Gue selalu berharap untuk ditemuin
dan tiba-tiba aja ada novel BERBAHASA INDONESIA yang masuk ke kategori yang
kuinginkan atau mungkin jalan ribetnya
ya gue buat sendiri. Kayaknya ga mustahil-mustahil amat tapi realistis aja
pasti yakin bakalan lama, soalnya ku tipe orang yang tidak mudah dipuaskan
dengan apapun.
Inti dari pengamatan dan concern
ini adalah nulis pake Bahasa apa, Indonesia atau Inggris atau campur. Selama gue
tetap nulis, diantara kedua bahasa tersebut, yang penting adalah gue punya
sesuatu kan? Kalo udah ada produknya, udah ada pondasi, ide dan segala macamnya,
mari kita pikirkan mau dibawa kemana itu produk. Kalo produk yang gue suka
berbahasa Indonesia yaudah, ga kenapa-kenapa, emang kenapa? Kalo produk gue
berbahasa Inggris, kalo diterjemahin ke Bahasa Indonesia tidak mematahkan
maksudnya, yowes artiin dah tuh Bahasa Inggris kacau gue ke Bahasa Indonesia. Ya
tapi kalo emang bener-bener harus pake Bahasa Inggris karena mungkin istilah
dan idiomnya lebih nyampe yaudah pake Bahasa Inggris aja gapapa wong pada
pinter ye, ngerti kok dikit-dikit Bahasa Inggris yang gue tulis, toh gue-nya
juga levelnya ga tinggi-tinggi amat, kalau aku mengerti, insyaallah mama dedeh
pun mengerti. Sekian.