Thursday, March 7, 2019

0

Past Tenses of START and FINISH

I just hit the intermezzo with five paragraph. Shit. So sorry, I am very good on writings so unimportant things.

We are back on some recap!

So, I’ve been dealing with starting a whole new thing OR finishing up some scratch which messed up for a long time ago. It could be my undergraduate thesis, some writings, or just a simple as a movie.

The struggling of starting and finishing did hit me a very hard. There must be an action for all those things worked. I hate myself for not doing at all but in the same way, playing sugar crush is all I always do all day beside scrolling on social media. I know I should take a grip to start or finishing something up. So here I am, after a little chit-chat with my grandma then brunch with a good soup followed by me setting up a pose as comfortable as I could in front of my laptop to actually doing something. But, just look at me writing this on the afternoon while asking myself why end up to get a mood writing a bullshit like this.

Meanwhile if I sees it with more a positivity, it is a little bit step of resolution of me using and tried to work this brain more productive and passionate again.

So, for the intermezzo. I’ve been finishing some movies which I rarely do for awhile because the mood of not finishing is just catching my ego to not keep to continue. I’ve finished some light movie like Isn’t It Romantic (2019), Rebel Wilson is beautiful, I adore her eyes and lips. It looks had a persona and I just realized it after watched her number one movie as a first lead. Then I watched Instant Family (2018), slow paced, a little bit comedy but a lot of ‘patient’ thing and reminds me how hard to take a responsibility for another human being called kids.

Another time, I’ve watched Antologi Rasa (2019) in cinema because I think I need some love energy that I crave so much (not really exactly), it’s good, it’s slow, the acting doesn’t really impress me and it is cringe a lot, not on the whole area but the cinematography so OK, mesmerizing.

Also watch Indonesian movie called Love for Sale (2018) and got surprised with the ingredients on it. I felt like watching someone who related to people that usually we known. Premises on point with ending just doing right.

After that I’ve watched Shallow Hal (2001), movie that I want to see badly for a long time but overshadowed by ‘not in the mood’. Kind of made me think it twice because the message doesn’t go well with the storyline. I don’t know what it should too, because… I don’t believe for a minute there’s a psychologist like in the movie that can do that ‘thing’ but I did believe some people still looking for inner beauty as we speak even the outer sometimes speak itself.

While on series, I stuck on the couple episodes of Netflix's The Umbrella Academy, it’s maybe good but I am not in the mood for a doomsday. On Korean variety show, I following I Live Alone and Running Man every week as always, lately watch Coffee Friends but end up starving so I stopped watched it because I don’t want over-eating these days. And for drama, I am excited to wait another week for Touch Your Heart (Lee Dong Wook  Yo In Na) a great pairs. Even full of cringe ‘thing’ but I miraculously don’t mind at all. Yeh… just called me a Bucin. Ck. Ck.

I just hit the intermezzo with five paragraph. Shit. So sorry, I am very good on writings so unimportant things.

Well, talking about started and finished (I really hope it could be a past tense) but what I could do when I just about to starting to finishing something. You need to pushing yourself, really really hard if you are kind same as my characters is. And the top of that just don’t follow your ego or as a simple as you called fucking mood. Because there is not going to be a fucking will if you always choice ‘later’. Take a grip people. I will pray for your brain to forget what laziness is and please pray for me to actually started or finished something, anything especially this responsibility to graduate. Good luck.




Wednesday, March 6, 2019

2

about me who still grieving.

Wish the three of mine nailed it like the two of them did it.

Setelah menjalani berbagai takdir hidup khususnya yang berkaitan dengan orang paling penting bagi keeksistensian gue di dunia ini, maka gue merasa perlu aja dan seperti ada tanggung jawab sosial juga untuk memberitahukan kisah yang mungkin banyak yang bolong-bolong ini.

So many of you, including me. Beberapa udah pernah merasakan fase merawat orang tua yang sakit. Ada beberapa mungkin yang belom terjun langsung ke kondisi ini. Namun semua cerita pasti berbeda, tapi ini cerita gue.

Gue itu anak bungsu dari 3 bersaudara, cewek semua masing-masing beda selisih 5 tahun dan 7 tahun. Gue yang masih anak kuliahan ini akhirnya menjadi anak paling di sayang sama mama dan papi gue selama 3 tahun terakhir karena yah… tinggal kita bertiga yang nempatin rumah. Kakak gue yang pertama udah nikah dan kakak gue yang kedua ngekos dekat tempat kerjanya.

Dari dulu gue percaya bahwa gue adalah anak beruntung yang bisa hidup sederhana ditengah kehangatan keluarga. Walau tentu saja banyak banget masalah keluarga yang typically keluarga-keluarga pernah merasakannya, tapi gue merasa bahwa gue fine-fine aja. Namun ada sesuatu yang gue sadari saat melihat ke masa-masa itu, kurangnya adalah minus bersyukur. Ada beberapa sifat jelek gue yang menjadi kebiasaan ketika kurang bersyukur itu terjadi, cara gue memandang orang-orang disekitar, negative thinking, especially pada diri gue sendiri.

Ketika Allah tahu bahwa itu mungkin udah kelewatan, Dia menegur gue dengan teguran-teguran yang dimulai dengan bokap gue sakit. Setelah pulang dinas dari Medan, bokap gue kesehatannya udah mulai turun. Ditempatkan kembali di Jakarta dengan tiap hari rela naik KRL karena udah engga kuat macet-macetan bawa mobil tua ke kantor. Katanya, “Gapapa enak naik KRL, sekalian bisa sekalian jalan kaki juga.” Tadinya gue pikir itu bagus juga yakan untuk bisa nyambi olahraga juga. Pulang dari kantor, sekitar abis isya, setelah mandi, makan, nonton tv, bokap gue pergi lagi buat jemput nyokap gue yang kebetulan punya usaha salon di Depok. Emang sih naik mobil namun tetap saja capek dari kantor trus injek-injek kopling lagi. Sebenernya nyokap gue juga bisa naek grab/gojek, wong kalau berangkat dari rumah selalu begitu tapi yaaa emang dasar bokap gue bucin jadilah jemput mama tiap hari walaupun capek. Yang selalu gue inget adalah setiap kali matiin tv, ambil kunci mobil, trus sebelum berangkat papi gue bakalan selalu manggil. “Pan… Pan… mau dibeliin apaan entar?”. Seriously itu kata-kata paling sederhana tapi makna sayangnya sama seperi ‘aku cinta kamu’. Gue, dengan kepribadian selalu ngerepotin orang selalu jawab “Ketoprak dong” atau engga “Nasi uduk aja” atau “Martabak ketan item”

Dengan aktivitas rutin seperti itu, tentulah bokap gue pada akhirnya tumbang juga, dari sakit-sakit masuk angin biasa sampai sakit berhari-hari terus pergi ke dokter hingga pada akhirnya suatu pagi mama panik manggil gue untuk bantuin bokap yang lagi lemes di kamar mandi. Gue langsung lari menuju kamar mandi dan langsung ikutan lemes ngeliat bercak-bercak darah di lantai kamar mandi. Tekstur itu darah tuh kaya ati ampela yang masih mentah terus dibejek-bejek gitu dan jumlahnya bisa ngisi satu perlima ember item yang kecil dan semua itu keluar dari mulut bokap gue. Setelah pakein bokap gue baju, panggil grabcar, kita langsung ke rumah sakit tapi sebelum itu gue dengan tegarnya sambil gemeteran nyiremin itu darah sambil nahan nangis. Keterangan tambahan, darah yang brejel-brejel itu sama sekali engga bau amis atau tipikal bau darah pada umumnya. Baunya kaya Mylanta, dan kemudian gue ketahui, itu darah munculnya dari lambung atau hati kalau gasalah makanya relate sama Mylanta. Entah.

Mulai dari situ bokap gue baikan-sakit-baikan-kerja-sakit lagi-baikan dikit- dan pada akhirnya kritis. Di rumah sakit udah masuk ICCU, terus baikan terus dibawa ke kamar biasa dan pada akhirnya masuk ICU lagi.

Di masa-masa awal sakitnya bokap gue, nyokap bertindak sebagai satu tingkat di atas wonderwoman yang biasa gue kenal. Tegarnya bukan main, sigapnya apalagi, ngurus ini itu lanjut. Tapi di akhir-akhir, nyokap juga sempet tumbang dan akhirnya masuk RS, bokap gue dengan masih sakitnya tetep jagain nyokap gue. Gue merasa dia gaenakan kali ya pas bokap lagi sakit nyokap gue fight banget, masa pas istrinya sakit dia gabisa jagain walau sakitnya udah mendingan (dikit doang tapi). Bokap gue dengan mendingan yang masih sedikit rela tidur dilantai rumah sakit demi nemenin nyokap yang kalo lagi sakit cerewetnya tambah-tambah. Tapi, emang udah dasar bucin yang kata gue tadi, tetep aja mereka saling menjaga.

Udah dengan sakit yang ganti-gantian itu, nyokap yang sakitnya masih kebawa dan belum juga baikan dan harus baikan karena harus nungguin bokap yang sakit lagi. Akhirnya untuk memutus sakit ganti-gantian ini, Allah manggil papi.

Mama shock, tapi berusaha tegar di awal-awal setelah ditinggal bokap. Kakak gue yang kedua gue suruh balik untuk tinggal dirumah, keponakan gue suruh pada kerumah buat temenin nyokap. Namun tetap saja, mama yang tadinya fine-fine aja, selama sebulan ditinggal mulai sakit-sakitan kemudian, melanjutkan sakit yang udah di tahan-tahannya sewaktu lagi urusin bokap dan pikiran dari berbagai masalah juga sebenernya sih.

Waktu ngurusin nyokap, gue udah di bawah banget. Kurang semuanya pokoknya mulai dari semangat, percaya diri, kepercayaan ke Allah dan kerjaannya nangis mulu karena gatau apa yang harus dilakuin melihat pelindung gue malah ga berdaya kaya gitu. Gue ogah inget masa-masa itu lagi intinya gue juga bingung kenapa bisa ada di sini melewati itu semua dan nulis cerita ini untuk para orang yang membutuhkan.

Selisih papi sama mama meninggal kurang lebih 4 bulan. Papi di November dan mama Maret 2017. Gue harap sih mereka ketemu di sana, jagain anak-anaknya yang lagi butuh banget guide dari mereka. Ikhlas itu susah, grieving apalagi, sampai sekarang, gue sering banget down gara-gara mereka gaada dan gue juga gabisa ngeluarin kata-kata untuk bilang “You can now without them.” Karena apa ya… grieving itu selalu muncul tiba-tiba dan intensitasnya juga macem-macem dan ketika itu datang, segala perasaan campur aduk ada didalam diri gue yang capek dan bertanya-tanya kapan semua ini berenti. Tapi di lain sisi gue gabisa selalu dikuasai perasaan grieving macam itu, walaupun Doa hanya satu-satunya jalan keluar, tapi ulangi terus aja sampe lo merasa bakalan baikan. Nangis, doa, keingetan macem-macem bakalan capek dan nguras jiwa raga banget emang, jadi yah… gue juga masih belum ketemu solusi untuk mengurangi perasaan macam itu. Pada akhirnya malah harus kalah dengan perasaan diri sendiri.

Gue gapunya sama sekali how to mengurus orang tua atau bahkan keluarga yang sakit. Karena gue merasa walaupun udah menjalankan hal itu lebih dari yang bisa gue bayangin bahwa gue bisa, gue pun gabakalan excel dibidang itu karena gue bukan ahlinya. Itu adalah nature nya manusia untuk saling merawat satu sama lain, maka dari itu cinta dan ketulusan perlu banget ada dikehidupan kita khususnya jika ada di kondisi seperti itu. Terakhir, jika dihadapkan pada kondisi tersebut, yang bisa gue bilang hanya kalimat ini “Lakukanlah seperti orang baik melakukannya.”